Sabtu, 31 Januari 2009

andai Qta Dya

ANDAI KITA DIA

Sungguh terlalu naïf bila dikatakan ciliwung adalah sungai yang indah. Bila kita memandang secara fakta, memang benar jika mayoritas orang berkata “Ciliwung yang kotor itu?” “Oow, ciliwung yang bau banget itu ya?”. Mungkin seluruh dunia pun tahu bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya, tapi tidak dapat mengelolanya. Memang sedih mendengarnya, tapi bisa dikatakan itu benar. Indonesia yang memiliki banyak kekayaan, seperti flora dan fauna dan tidak ketinggalan panorama alam yang indah. Namun semua itu menjadi terbalik bila kita, bangsa Indonesia tidak mau menjaga dan melestarikan kekayaan itu.

Ciliwung merupakan salah satu objek di Indonesia yang terkenal, bukan karena keindahannya, bukan pula karena keajaibannya, tapi karena kejernihan yang jauh darinya. Bagaimana tidak, ciliwung senantiasa dipenuhi oleh sampah dan limbah-limbah pabrik. Sungguh sangat disayangkan bila aliran air itu dijadikan sebagai pelarian para pekerja pabrik. Sekarang yang menjadi pertanyaan, apakah dengan membuang sampah sembarang juga berpengaruh dalam kesedihan ciliwung?

Mungkin ya, mungkin tidak. Diperkirakan masyarakat tidak menggunakan pikiran dan perasaannya saat membuang sampah sembarang. Apakah mereka tidak berfikir bahwa dengan membuang sampah sembarang bisa membawa bencana? Apakah mereka tidak menggunakan nalurinya bahwa betapa sedih dan sakitnya ciliwung saat dilempari sampah dan limbah yang tak terhitung itu.

Andaikan saya adalah ciliwung, mungkin saya akan menangis sekeras-kerasnya, dan bisa jadi saya mengamuk. ”Saya tidak akan menghiraukan perasaan manusia yang memiliki akal dan naluri itu. Bagi saya manusia memang memiliki akal dan naluri, tapi mereka tidak menggunakan itu, jadi untuk apa pula saya memikirkan mereka. ”Mungkin itu yang dikatakan ciliwung. Kita bisa melihat fakta yang ada, setiap tahunnya ibu kota Indonesia dilanda banjir. Mungkin itu bukti kemarahan Tuhan sebagai pencipta dan memberikannya untuk Indonesia.

Perasaan sedih, geram dan tak berdaya berkecamuk menjadi satu. Mengapa ini semua berulang terjadi? Tahun 1996 banjir. Tahun 2002 banjir, lebih parah. Tahun 2007, banjir sangat parah. Apakah tahun 2012 Jakarta akan menjadi waterworld seperti dalam film Kevin Costner? Dalam kurun 11 tahun ternyata tidak ada perubahan berarti dalam pencegahan dan pengelolaan banjir. Bagaimana hendak berharap 11 tahun ke depan akan ada perubahan???

Di Depok, konon dulu di zaman Belanda ada site plan yang merencanakan daerah aliran sungai ciliwung sebelah timur Margonda sebagai bendungan. Topografinya sangat ideal karena berbentuk mangkok. Letaknya juga ideal karena masih cukup jauh dari Jakarta. Bila ada bendungan di situ, setidaknya arus air dari Bogor bisa dibendung sementara tanpa menimbulkan ekses banjir di sekitarnya. Namun, apa yang terjadi sekarang? Daerah itu menjadi pemukiman mewah yang sangat luas dengan rumah-rumahnya yang megah berdiri dengan pongah: Perumahan Pesona Depok. Entah sadar atau tidak para penghuni rumah di situ bahwa mereka telah berkontribusi terhadap parahnya banjir yang terjadi.

Selain itu, banyak pula rumah-rumah kumuh yang berjejer tak keruan dipinggiran sungai ciliwung. Tidakkah pemerintah memikirkan bahaya apa yang kan terjadi? Pasti yang pertama lahir dari benak kita adalah bahaya yang terjadi pada masyarakat sekitar, tapi tidak hanya itu, bahaya bisa pula dirasakan oleh ciliwung. Masyarakat mungkin tidak akan segan-segan untuk membuang sampah, kotoran, dan barang-barang bekas lainnya ke dalam tubuh sungai dan itu merupakan derita ciliwung.

Sekarang kita coba bayangkan jika air ciliwung itu masuk ke dalam tubuh kita sendiri, makhluk hidup. Air yang kotor, yang mana banyaknya jumlah kuman yang tak mungkin terhitung menyerang sel-sel ataupun jaringan tubuh, sungguh tak bisa dibayangkan betapa mengerikannya hal itu.

Lalu siapa yang harus bertanggung jawab atas ciliwung ? Jawabannya adalah kita semua, masyarakat sipil ataupun pemerintah, karena tanpa adanya kerjasama antar kita suatu hal yang mustahil perubahan akan tercipta. Coba dech kita mulai dari sekarang untuk membuang sampah pada tempatnya, masa kita manusia kalah sich sama hewan yang bisa buang kotoran ataupun sampah pada tempatnya. Nah maka dari itu kita manusia jangan mau kalah dong sama hewan, buktikan kalau kita memang lebih baik dan sempurna dari hewan-hewan itu. Malu dong kalau kita sampe kalah. Terus selain buang sampah pada tempatnya kita juga harus menjalankan program kali bersih. Ciliwung kan ada di Jakarta, ibu kota negara Indonesia, jangan sampe nanti para turis-turis meremehkan negara kita ini, jangankan turis , kalau tiba-tiba pejabat luar negeri dateng ke Indonesia terus liat udah gitu nyium aroma yang nga enak gitu kan nga etis banget gitu. Makanya kita mulai dari sekarang tuk membangun citra baik untuk ciliwung yang ada di Jakarta, ibu kota Indonesia ini.

Sampe sekarang ini nga kepikiran dech kalau nantinya Ancol dan tempat-tempat hiburan lain di sekitar Ciliwung sepi pengunjung. Hal itu pasti berdampak balik lagi buat kita bangsa Indonesia. Devisa negara bisa berkurang.

Jangan pernah takut tuk bermimpi, mungkin itu kalimat yang harus saya sampaikan. Bangsa Indonesia jangan takut tuk bermimpi tentang Ciliwung. Andaikan ciliwung bisa seperti dahulu kala, airnya jernih, bisa diminum dengan sehat, memberi manfaat banyak buat kita, mungkin untuk mencuci, mandi, minum, dan lainnya. Itu bisa menjadi kenyataan alias bukan sekedar mimpi asalkan kita mau memberi perhatian dan mau secara bersama-sama untuk merawat ciliwung.

Sekarang, tidakkah kita manusia merasa dosa akan sikap kita yang menyia-nyiakan karunia Tuhan ??? Lalu tidakkah kita, manusia membayangkan jika nasib ciliwung terjadi pada diri kita masing-masing ????

Tidak ada komentar:

Posting Komentar